Rabu, 20 Februari 2013

Bablas Kesempatane

Ada banyak penyebab "Bablas Kesempatane", antara lain :

  1. NATO (No Action, Talk Only)
  2. NASO (No Acton Strategy Only)
  3. NADO (No Action Dream Only)
  4. NAMO (No Action Meeting Olny)
  5. NABO (No Action Briefing Only)
  6. NACO (No Action Concept Only)
  7. NARO (No Action Review Only)
Pertama, NATO (No Action, Talk Only), penyakit orang yang baru punya jabatan, namun tidak menambah ilmunya, maka untuk menutupi kebodohannya, dihiasilah diri dengan banyak bicara, walaupun semakin banyak bicara, semakin ketahuan kebodohannya. Tapi, tetap saja tidak sadar, menurutnya, semakin banyak bicara dianggap semakin pandai, padahal semakin bodoh.

Kedua, NASO (No Acton Strategy Only), penyakit merasa terlalu pintar, dengan ilmu yang tidak membumi, sehingga sebenarnya ilmunya usang menurut perkembangan zaman, walaupun kelihatan ilmu baru bila dilihat dari buku cetakan. Padahal banyak buku cetakan yang sudah ketinggalan zaman.

Ketiga, NADO (No Action Dream Only), penyakit panjang angan-angan bukan angan-angan panjang., mereka senang sekali, melakukan impian-impian namun tidak segera melangkah untuk mencapai impian itu. Kalau ini dibiarkan, namanya bukan impian, tetapi mengigau, yaitu ngomong terus, padahal dirinya tidur. Dan kalau dibiarkan terus lagi dan tidak segera diobati, bukan pemimpi yang bermimi besar setelah tercapai mimpi besar lagi. Tetapi mereka tergolong pada pemimpi yang bermimpi, namun pada level mimpi basah saja. Yaitu, usia semakin bertambah, tapi tetap saja prilaku kekanak-kanakan.

Keempat, NAMO (No Action Meeting Olny), penyakit pimpinan yang jaga image bukanjaga potensi. Orang yang naik jabatannya, dan tidak disertai penambahan ilmu yang berkaitan dengan jabatan itu, biasanya menjadi JAIM, yaitu Jaga Image bukan JAPON, yaitu jaga potensi. Kita banyak meeting, agar kelihatan berwibawa dan punya kuasa.

Kelima, NABO (No Action Briefing Only), penyakit orang yang tidak bisa mendelegasikan tugas. Menganggap bawahan adalah orang-orang yang tidak bisa bekerja. Sehingga, harus di briefing terus.

Keenam, NACO (No Action Concept Only), penyakit ilmuan yang tidak membumi, terlalu banyak diskusi masalah definisi tanpa aksi. Mereka senang bermain-main dengan definisi, mengartikan konsep-konsep. Karena terlalu banyak membuat definisi, akhirnya lupa aksi.

Ketujuh, NARO (No Action Review Only), penyakit terlalu banyak pengalaman, mereka paling senang mengambil pelajaran dari setiap kejadian. Tidak salah memang, mengambil pelajaran dalam setiap kejadian, tapi harusnya kita bisa mengambil pelajaran terhadap apapun sebelum kejadian itu terjadi. Maksudnya adalah, kita harus bisa memprediksi kejadian-kejadian yang akan terjadi, sebab Tuhan selalu memberikan sinyal-sinyal yang mampu dibaca bagi yang mau berikir.Bukan berarti kita tidak boleh bicara, tidak boleh mengatur strategi, tidak boleh punya impian, tidak boleh meeting, tidak boleh membuat konsep-konsep, tidak boleh melakukan review. Tetapi kalau tidak hati-hati, prilaku yang berlebihan pada sektor itu jutru menyebabkan kita menjadi “bablas kesempatanne”, yaitu peluang-peluang yang ada didekat kita pergi begitu saja. Kesempatan, itu juga makluk sibuk, yang juga tidak akan sabar menunggu orang yang terlalu banyak bicara, terlalu banyak membuat impian, terlalu banyak miting, terlalu banyak membuat konsep-konsep, dan terlalu review terus. Berani menghadapi, aneka permasalahan hidup dengan tidak terlalu banyak menkonsumsi virus-virus penyebab bablas kesempatane !!! Bagaimana Anda.

sumber : http://masamri.multiply.com/journal/item/28/Bablas_kesempatane

AYO JANGAN JADI ORANG yang NO ACTION




SOICHIRO HONDA: Lihat Kegagalan Saya...

semoga bermanfaat.


Cobalah amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merk kendaran ini menyesaki padatnya lalu lintas, sehingga layak dijuluki "raja jalanan".Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda - diliputi kegagalan. Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. "Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever. Saat merintis bisnisnya Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun ia trus bermimpi dan bermimpi...Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang.Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri.Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luarbiasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.KuliahKarena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah."Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali.Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.Akhirnya, tahun 1947,setelah perang Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" - cikal bakal lahirnya mobil Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.Soichiro Honda mengatakan, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru dan berusahalah untuk merubah mimpi itu menjadi kenyataan.Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin. Jadi buat apa kita putus asa bersusah hati merenungi nasib dan kegagalan. Tetaplah tegar dan teruslah berusaha, lihatlah Honda sang “Raja” jalanan.5 Resep keberhasilan Honda:1. Selalulah berambisi dan berjiwa muda.2. Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki produksi.3. Senangilah pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja Anda senyaman mungkin.4. Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.5. Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama."

"KESUKSESAN MERUPAKAN BUAH DARI KEGAGALAN"(dedi)